Friday, October 29, 2010

BERAS NASI

Posted by Kresno Setyoputro On 8:55 AM | No comments
BERAS NASI

Setiap hari kita memakan nasi, khususnya penduduk INDONESIA. Nasi berawal dari padi,yang
mayoritas masyarakat Indonesia menanam padi,Sebelum padi di cocok tanamkan oleh masyarakat setempat, benih padi dan tempat yang mau kita menanam padi harus kita olah terlebih dahulu, misalnya menunggu benih yang kita tanam kan dalam fase yang subur dan bebas dari hama tumbuhan padi itu
sendiri.

Penanaman padi itu sendiri mayoritas banyak kita jumpai di daerah pedesaan. Sebut saja
contohnya di Desa Baru Pulau Sangkar.kab.kerinci.provinsi jambi. Sebelum kita memasuki pedesa’an tersebut kita sudah di suguhkan dengan tanaman Padi yang luas menghampar. Disana masyarakat setempat masih memakai pengolahan Padi secara tradisional.contoh:pemisahan padi dengan jeraminya,dengan cara menghempaskan Padi yang belum terpisah dengan jerami ke potongan kayu yang dipaku jarang-jarang.dan ada juga yang sudah mulai memakai alat bantu mesin dalam mengolah tempat yang akan kita Tanami Padi.contoh:mesin untuk membajak.

Sebelum padi di panen kita harus memastikan bahwa padi memang sudah berisi dan sudah
mencapai masa pemanenan itu sendiri,yang berkisar sekitar 3-4 bulan.setelah di panen padi harus kita panaskan terlebih dahulu,baik dengan bantuan cahaya ultraviolet/dengan mesin pemanasan.setelah proses pemanasan selesai padi bisa kita olah menjadi beras.pada sekitar abad 17-18 padi diproses dengan cara di tumbuk dengan kayu,pada zaman modern sekarang ini padi di giling dengan mesin penggilingan padi.dan biasanya penduduk setempat menggiling hasil panen padinya dengan langganannya untuk menggiling padi dan tarif nya berkisar 1kaleng beras/16kg beras ongkosnya di ambil sekitar 1,4kg untuk penggilingan padi tersebut.
Setelah padi di olah menjadi beras,kita bisa memasak nasi dengan cara tertentu,contohnya 200 gr beras 300 gr air dan di bantu dengan alat pemanas.bisa dengan listrik dan kekuatan panas dari api.setelah semua langkah-langkahnya terpenuhi baru menjadi nasi yang setiap hari kita konsumsi.dan banyak sekali masyarakat yang berkecimpung dalam bisnis Beras dan Nasi.misal:warung nasi dan lain sebagainya.dan nasi itu sendiri bisa lagi kita memberikan nilai lebih,dengan cara kita mengolah nasi itu sendiri dengan menambahkan bumbu-bumbu dan rempah-rempah lainnya.conto:nasi goreng,nasi uduk dan lain-lain.

Di Indonesia bisa kita simpulkan bahwa Beras merupakan patokan dari harga sembako.mengapa demikian? Coba kita lihat apabila Beras harganya naik maka harga sembako yang lainnya merangkak naik, hal itu disebabkan Beras merupakan kebutuhan pokok.dalam hal ini pemerintah memberi peluang bagi lapisan masyarakat bawah yang apabila Beras harganya naik aka nada namanya RASKIN dan BULOG.

Dalam sudut pandang saya bahwa Beras merupakan salah satu makanan pokok yang di konsumsi oleh masyarakat tertentu dengan terus menerus.karna di dalam kandungan Beras itu sendiri mengandung yang baik bagi tubuh guna menjadi energi untuk aktifitas sehari-hari.dan Beras juga lebih baik di konsumsi dari pada makanan lainnya,yang apabila kita bandingkan misalnya:sesuap Nasi = 1 piring mi instan.

Sebagai seorang yang terkelilingi oleh para petani dan masyarakat ekonomi menengah ke
bawah mungkinlah kita bisa lebih menghargai sedikit hasil kerja keras saudara-saudara kita.Indonesia import beras? Mengapa Indonesia sampai mengalami kekurangan beras?
Dan Mengapa mahalnya harga beras yang beredar di kalangan masyarakat?

Beberapa pertanyaan lagi yang membuat pemikiran menerawang Negeri yang subur ini telah
mengalami sesuatu pemikiran yang berada jauh di luar prediksi para profesor-profesor hebat!.
Semua yang dengar berita bahkan sampai kepalapun geleng-geleng akan kasus ini, memang disatu sisi kelangkaan beras yang dialami oleh masyarakat di beberapa daerah ini, bagaikan benang kusut yang sulit untuk diurai.

Satu sisi memang semua komponen yang berkecimpung di dunia per-beras-an sudah berusaha menunjukan kinerja yang maksimal, tapi yang dinilai oleh khalayak ini adalah sebuah realita atau kenyataan yang terjadi.

Terpaut dari itu semua, sisi lain adalah dari cara kita menghargai beras itu sendiri yang setiap hari dikonsumsi sebagai menu bahanan makan pokok oleh sebagian masyarakat.

Memang ini sudah menjadi polemik bersama, tetapi setidaknya sebelum kita merubah karakter orang lain, lebih “BIJAKSANA” lagi jika kita merubah karakter dan paradigma kita terlebih dahulu yang bersifat negatif tentang makna ”sebulir beras”. Apakah kita selama ini sadar akan perbuatan kita?


Perjuangan yang keras dialami oleh para petani, setetes bahkan bertetes-tetes keringat menjadi seolah tak berharga, belum beberapa sisa harta yang keluar untuk membiayai tanaman padi untuk tumbuh subur, jauh dari hama atau wereng.

Saat mendulang panen, dan saat itu pula petani mensukseskan munculnya “berbulir-bulir” padi di atas batang yang seolah tak mampu untuk mengangkatnya sehingga tunduk, lesu dan siap untuk dipotong, itu jauh lebih berat perjuangannya dibandingkan dengan perlakuan kita terhadap ”berbulir-bulir padi” tersebut.

Kalau berbicara tentang mendulang panen memang bukan kepalang cerita yang diangkat, tetapi setelah diterima di pasaran dengan harga yang lumayan (seakan-akan beras menjadi sebuah barang yang murah) karena memang jumlahnya melimpah “saat panen” dibanding pengeluaran yang diperlukan untuk mendulang panen.

Sekarang yang kita bicarakan bukan berhubungan dengan hal ini, tetapi kita berbicara tentang cara atau perlakuan kita terhadap berbulir-bulir beras yang telah hadir dan menjumpai kita di dunia, banyak sekali beras yang kemudian disulap menjadi nasi terbuang sia-sia, dan perlakuan tersebut seolah-olah kita tidak pernah merasa berdosa setelah melakukan perbuatan itu.

Terlalu banyak warung, depot, atau lebih keren lagi jika contohnya adalah sebuah restoran dengan kelas wahhh!, banyak para pengunjung (bisa dikatakan pada saat itu ”lapar” lagi butuh energi, sehingga harus diisi dengan energi baru yang tersimpan dalam berbulir-bulir beras tersebut), termasuk disaat kita makan di rumah.

Saat yang sama banyak diantara mereka hanya memakan sebagian nasi yang disajikan oleh
pemilik warung, sehingga yang sebagian lagi menjadi “rezeki” binatang-binatang yang memang pada saat itu bernasib beruntung diberi pemilik warung.

Sekali-dua kali, sebulir dua bulir, sepiring dua piring, sekilo dua kilo, jika dikumpulkan satu sama lain bisa sampai terkumpul beberapa kwintal bahkan berton-ton nasi yang terbuang sia-sia.

Itu baru satu warung, jika dikumpulkan sampai beberapa warung, beberapa depot, beberapa nasi (berbulir-bulir beras) yang terbuang sia-sia, hal yang sama tentu juga dialami oleh restorant yang berkelas wah!! Itu, termasuk nasi yang terbuang sia-sia di rumah.

Itu baru sehari, bagaimana jika sebulan, setahun, se-abad! (kalkulatorpun sudah tidak cukup
menyediakan angkanya jika dihitung secara “Al-Jabar” matematis)

Pembicaraan ini memang sangat menarik untuk didiskusikan, mengingat hal itu tidak dilakukan oleh segelintir orang, tapi ratusan bahkan ribuan orang yang bisa dikatakan tidak menghargai “makna dari kehadiran sebulir beras” (maaf saya menyebut seperti itu).

Saat kondangan di kampoeng para undangan enggan menghabiskan sepiring nasi yang telah
disuguhkan pemilik hajat (entah saat itu lapar atau kenyang, yang penting saat itu mereka banyak yang tidak menghabiskan nasi yang disuguhkan), tidak tahu apa yang ada di benak orang-orang saat itu.

Apakah takut diberi gelar yang macam-macam?

Memang tajamnya lidah bagaikan tajamnya pedang yang bercabang, tapi apakah dari sebuah
gengsi itu kita telah mensia-siakan kehadiran berbulir-bulir beras yang telah sukses dihadirkan para pemilik sawah, yang lebih heran lagi, mereka juga ikut berperan dalam tim sukses menghadirkan berbulir-bulir beras dari sawah dengan memakan cukup waktu dan tenaga (yang bisa dibilang separuh hidupnya “dari 24 jam yang ada” untuk bekerja di ladang/sawah) tetapi mereka juga yang telah mensiasiakan kehadiran beras di dunia ini.

Hal ini mungkin saja agak wajar, pendidikan serta pengetahuan yang minim tentang perlakuan
pasca panen dari sebulir beras yang mereka kuasai. Kita tengok saat adanya undangan perkawinan atau pesta besar yang disajikan dengan prasmanan, dihadiri oleh para pejabat teras kabupaten atau propinsi bahkan skala nasional, yang datang bukan orang biasa tetapi orang luar biasa yang punya pangkat dan jabatan serta mempunyai gelar akademik yang sulit untuk diraih dari sebuah universitas atau institut, mereka itu mempunyai pemikiran yang dasyat untuk perkembangan bangsa dan negara.

Tapi apa perlakuannya dengan “berbulir-bulir beras” tadi. Mereka sadar dan saat itu juga sengaja mengambil aneka makanan yang disajikan oleh catering tetapi mereka dengan sadar dan sengaja pula meletakkan seenaknya di bak sampah.

Perlakuan ini bagi sebagian orang sudah menjadi biasa bahkan tradisi dengan berbagai dalih
apapun, perbuatan tersebut tetap disalahkan.

Karena kita berbicara dalam konteks beras, dalam agama telah disebutkan “bahwa berkah sebuah makanan terdapat pada semua nasi yang ada di piring (tempat apapun yang dipakai saat itu), mungkin juga berkahnya itu terdapat di sebulir nasi yang ada di bulir penghabisan”.


Dalam tuntunan itu sudah jelas dan gamblang bahwa kita ditekankan untuk mengambil makanan secukupnya, sesuai dengan kadar yang bisa ditampung oleh perut.


Seandainya sebulir beras itu bisa berbicara, mungkin dia akan bangga, tertawa terbahak-bahak atas
suksesnya dia muncul di planet ini.


Mereka telah membanggakan seseorang (petani) yang telah menyediakan lahan untuk tumbuh dan berkembang, untuk kemudian dirawat, dipupuk, dijaga serta mengulitinya sehingga siap saji mendampingi berbagai aneka hidangan.


Mereka (beras) bahkan akan bertambah bersyukur lagi karena dihadirkan oleh ALLAH SWT untuk memuaskan makhluk-makhluk yang sempurna penciptaan-Nya di dunia ini.
Dengan bangga mereka akan sombong kepada makhluk-makhluk yang hidup di bumi (yang saat itu menganggap padi menjadi makanan pokok) bahwa akulah yang membuatmu semakin berenergi, bergairah kerja dan kuat menghadapi kerasnya kehidupan.


Dengan angkuh pula mereka berkata : “Bagaimana seandainya tidak ada aku di dunia ini, mungkin saja kamu akan secepat mungkin kembali ke hadirat-Nya”.

Seiring dengan kebiasaan atau tradisi orang–orang yang hidup di sekitar kota ini “kalau tidak
makan nasi namanya bukan makan, meskipun sudah ngemil macam-macam seakan-akan kita wajib a’in untuk makan sepiring nasi. Tetapi kenapa kita belum sadar akan kehadiran sebulir beras dihadapan kita

Dan apa yang terjadi jika saat itu sebulir beras tersebut tidak kita makan, sama nasibnya pada diri kita jika kita tidak berguna (min. tidak bisa membantu) bagi lingkungan kita, masyarakat, keluarga atau orang-orang terkasih (misalnya : sanak saudara dan famili kita di rumah).


Atau lebih luas lagi, jika kita tidak berguna bagi bangsa, negara lebih-lebih pada Agama, kita hanya bisa meratapi, menangis, bersedih dan lebih-lebih (maaf) melakukan hal-hal yang bisa diharamkan oleh agama atau ditentang oleh adat yang berlaku.


Mungkin sama seperti itulah gambarannya jika sebulir beras yang telah mampir sebentar di dunia ini kemudian terbuang dengan sia-sia yang seharusnya mampir untuk beberapa lama pada tubuh sehingga menjadi daging, energi atau yang lain.


Tetapi banyak diantara kita tidak menghargai “makna dari kehadiran sebulir beras” tersebut.


Kembali ke pertanyaan awal bahwa, Mengapa Indonesia akan import beras?, Mengapa Indonesia kekurangan beras? Mengapa Harga beras yang beredar di kalangan masayarakat, mahal?


Pertanyaan ini memang sungguh luar biasa!, ini siapa yang disalahkan?, seakan-akan ada beberapa komponen elemen masyarakat telah melakukan kesalahan yang sangat fatal…!, sehingga berakibat buruk bagi pendistribusian beras yang terjadi di lingkungan kita.


Lebih afdhol lagi kita menghindari saling tuduh, satu sama lain, kita coba untuk memperbaiki sifat dan karakter yang berkembang dan mengakar pada tubuh kita.


Dengan adanya isu kelangkaan beras (bahkan sekarang sudah tidak menjadi isu lagi) dan harga mahalnya beras dipasaran kita wajib bertanya-tanya dengan apa dan bagaimana kondisi yang terjadi dengan bangsa kita, disamping beberapa bencana yang telah singgah di bumi pertiwi ini, dan jawabannya berada di lubuk hati yang paling dalam pada diri saya dan anda semua.


Dan kita sangat berharap pihak pemerintah sebagai komponen utama tidak setengah-setengah dalam penuntasan kasus ini, tentunya pemerintah juga mengharapkan dukungan dari masyarakat.


Bumi Indonesia telah mewariskan tanah yang subur sekali, dan sudah selayaknya kita mewariskannya kepada generasi kita selanjutnya. (karena bukan kita penghuni tunggal bumi pertiwi ini tetapi masih teramat banyak penerus kita yang akan lahir) Bagaimana cara kita bersyukur! Anda semua lebih paham dan hafal untuk menterjemahkannya!.


Dan marilah sama-sama kita melestarikan dunia yang kita cintai ini.


Berikut ini macam-macam olahan nasi penduduk Indonesia: 

1.Nasi Tumpeng 

Tumpeng merupakan sajian nasi kerucut dengan aneka lauk pauk yang ditempatkan dalam tampah (nampan besar, bulat, dari anyaman bambu). Tumpeng merupakan tradisi sajian yang digunakan dalam upacara, baik yang sifatnya kesedihan maupun gembira.

Tumpeng dalam ritual Jawa jenisnya ada bermacam-macam, antara lain : tumpeng sangga langit, Arga Dumilah, Tumpeng Megono dan Tumpeng Robyong. Tumpeng sarat dengan symbol mengenai ajaran makna hidup. Tumpeng robyong disering dipakai sebagai sarana upacara Slametan (Tasyakuran). Tumpeng Robyong merupakan symbol keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng yang menyerupai Gunung menggambarkan kemakmuran sejati. Air yang mengalir dari gunung akan menghidupi tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang dibentuk ribyong disebut semi atau semen, yang berarti hidup dan tumbuh berkembang.

Pada jaman dahulu, tumpeng selalu disajikan dari nasi putih. Nasi putih dan lauk-pauk dalam tumpeng juga mempunyai arti simbolik, yaitu:


Nasi putih: berbentuk gunungan atau kerucut yang melambangkan tangan merapatmenyembah kepada Tuhan. Juga, nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita pun semakin “naik” dan “tinggi”.


Ayam: ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan symbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk (yang dilambangkan oleh, red) ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.


Ikan Lele: dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan banding atau gurami atau lainnya. Ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai. Hal tersebut merupakan symbol ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun.


Ikan Teri / Gereh Pethek: Ikan teri/gereh pethek dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan kebersamaan dan kerukunan.


Telur: telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong – sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut
melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.


Sayuran dan urab-uraban: Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung symbol-simbol antara lain: kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai. Bayam (bayem) berarti ayem tentrem, taoge/cambah yang berarti tumbuh,
kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative, brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya,
cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain. Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.

Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi) keluarga.

Pada jaman dahulu, sesepuh yang memimpin doa selamatan biasanya akan menguraikan terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang datang tahu akan makna tumpeng dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat. Dalam selamatan, nasi tumpeng kemudian dipotong dan diserahkan untuk orang tua atau yang “dituakan” sebagai penghormatan. Setelah itu, nasi tumpeng disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.

Ada sesanti jawi yang tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makan tidak makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yang penting tetap berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya adalah mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan orang tua terhadap anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Di mana pun orang berada, meski harus merantau, harus lah tetap mengingat kepada keluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.

Mungkin sebaiknya, adakan selamatan dan buatlah nasi tumpeng di Istana Negara, dan Bapak Presiden dapat menguraikan terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang datang terutama para pejabat, tahu akan makna tumpeng dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat.

Dari semua jenis kuliner khas Asia, ada satu masakan yang dari sejarahnya telah sedemikian
mengakar, yakni nasi goreng. Masakan yang dikalangan penggila kuliner disebut nasgor saja ini, memiliki sejarah panjang. Masakan ini dipengaruhi kebiasaan di China sekitar 400 tahun sebelum Masehi yang suka membuang nasi sisa hari sebelumnya. Nasi sisa tapi belum basi itu kemudian diolah dengan mencampurkan aneka bumbu dan digoreng.

Sekarang nasgor bukan “hak prerogatif” masyarakat China, tapi telah menyebar ke seantero dunia, terutama Asia. Di setiap negara yang konsumsi pokoknya nasi, nasgor bahkan telah menelusup dan berpenetrasi dengan budaya kuliner setempat dimana dia hidup. Lihat saja di Indonesia, mulai dari kaki lima hingga hotel berbintang, nasgor selalu ada. Maka jangan heran kalau nasgor sering mejeng bareng menu ‘canggih’ macam steik atau barbeque di sebuah hotel mewah. Atau di warung kelas kaki lima di pinggir jalan.


Nasi Goreng

Uniknya, meski nasi goreng mengalami aneka modifikasi dalam penyajiannya, sepanjang
bahannya nasi ditambah aneka bumbu dan digoreng, namanya tetap nasi goreng. Restoran di kota-kota Belanda menyajikan menu ini dengan nama “Nasi Goreng” bukan dengan bahasa Belanda atau Inggris. Nasgor juga jenis makanan yang demokratis, karena cocok-cocok saja dimakan kapan pun. Untuk makan pagi, makan siang atau makan malam sepanjang disajikan hangat-hangat saat asapnya masih mengepul.

Karena demokratisnya itu, semua orang boleh memodifikasinya. Jangan kaget kalau bermunculan aneka jenis nasgor. Mulai dari yang tradisional seperti nasi goreng kambing, nasi goreng pete, atau nasi goreng Jawa, atau nasi goreng ampela ati. Sampai nasi goreng ‘modern’ seperti nasi goreng strawberry, nasi goreng nanas, nasi goreng gila, nasi goreng keju, nasi goreng sosis dan masih banyak lagi.

Bahkan kerapkali orang menyandingkan nasi goreng dengan menu ala western. Dalam resepsi atau pesta yang sajiannya dalam bentuk prasmanan (self service) , banyak orang mengambil setangkup nasi goreng, ditambah sepotong steik, sup kacang merah, lalu ditambah segelas jus. Rasanya? Cocok-cocok aja tuh..

Ratih, yang aktif menulis tentang kuliner di blog pribadinya, mengatakan nasgor menjadi menu
pelarian, “Kalau sedang malas masak, terutama buat sarapan suami, nasgor jadi pelarian. Caranya kan gampang. Tinggal tumis bawang merah dan cabai, diaduk sama nasi ditambah sedikit kecap dan garam. Jadi nasgor, paling saya tambahin telor mata sapi. Suami senang-senang saja.” katanya sembari tersenyum.

Bagi Ratih, dan mungkin kebanyakan orang di berbagai daerah, nasgor seakan menjadi entitas lokal. Ia menyatu dalam keseharian. Meski sekali lagi seperti yang telah disebut di atas, sepanjang bahannya nasi, bumbu dan digoreng, namanya ya.. nasi goreng dan tetap disukai.

Nasgor Centil

Sesuai dengan tempatnya hidup dan bekembang, nasgor banyak mengalami modifikasi.
Baik soal rasa maupun bahan pelengkapnya. Nasi goreng Jawa rasanya lebih manis. Rasa manis itu biasanya berasal dari kecap yang diberi agak banyak. Nasgor ala Jawa Timur-an rasanya sedikit lebih pedas dan sering ditambah sambal petis sebagai pelengkap. Di Padang, nasgor juga dibuat dengan rasa agak pedas ditambah aneka sayuran seperti toge dan sawi yang disiwir-siwir.

Yang paling masif dan tentu menggambarkan pluralitas penikmatnya, adalah di kawasan Jakarta. Boleh dibilang malah, Jakarta adalah surganya pecinta nasgor. Barangkali Cuma menu nasgor saja demikian mendiaspora di pelosok-pelosok. Mulai dari warung kaki lima di perempatan lampu merah, kedai atau kafe sampai restoran kelas atas.

Oleh karena beragam dan pluralitasnya warga Jakarta itulah, nasgor pun tersedia dengan aneka macam gaya. Gaya lama identk dengan nasgor biasa yang dijual pedagang nasgor keliling atau kaki lima. Sementara nasgor gaya baru umumnya lebih ‘centil’ yakni ditambah pelengkap seperti strawberry atau nanas. Bagaimana mungkin rasa buah-buahan bisa menyatu dalam nasgor? Bisa saja..karena ternyata bukan rasa buah itu yang berusaha menyatu, melainkan rasa nasgornya yang seolah ‘membuka diri’. Jadi perpaduan keduanya menghasilkan rasa baru yang lebih menggigit. Dan tentu saja Maknyus!

Banyak ‘kecentilan’ lain yang ditawarkan nasgor di berbagai restoran atau warung makan. Sekarang tentu tak sulit mencari nasgor sosis, nasgor seafood, nasgor keju, atau nasgor ‘awut-awut’. Nah yang disebut terakhir ini bisa dibilang nasgor eksperimen, karena pembuatnya bereksperimen mencampurkan aneka bahan seperti potongan bakso, sosis, ampela ati, daun sawi yang kemudian di awut-awut bersama nasgor. Rasanya? Bener-bener semrawut! Tapi ueenak…

Nasgor memang disukai aneka kalangan, mulai dari kalangan bawah sampai yang berdasi. Tak heran kalau sampai Presiden Barack Obama saat menelepon presiden SBY bilang, “ Saya kangen nasi goreng…!”


SUMBER

http://www.kabarinews.com/article.cfm?articleID=32728
http://hmcahyo.wordpress.com/2009/05/01/opini-makna-kehadiran-sebulir-beras/
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3149454



















ILMU PENGETAHUAN DASAR

Posted by Kresno Setyoputro On 8:00 AM | No comments

Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
  1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
  2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  1. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
  2. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
ilmu artinya adalah pengetahuan atau kepandaian. Dari penjelasan dan beberapa contohnya, maka yang dimaksud pengetahuan atau kepandaian tersebut tidak saja berkenaan dengan masalah keadaan alam, tapi juga termasuk “kebatinan” dan persoalan-persoalan lainnya. Sebagaimana yang sudah kita kenal mengenai beberapa macam nama ilmu, maka tampak dengan jelas bahwa cakupan ilmu sangatlah luas, misalnya ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu dagang, ilmu hitung, ilmu silat, ilmu tauhid, ilmu mantek, ilmu batin (kebatinan), ilmu hitam, dan sebagainya.
Ada yang mencoba membedakan antara pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science). Pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil tahu dari usaha manusia untuk menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa batu, apa gunung, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar dapat menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why dan how)., misalnya mengapa batu banyak macamnya, mengapa gunung dapat meletus, mengapa es mengapung dalam air.

Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu obyek kajian, metoda pendekatan dan bersifat universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alam ini dapat dijawab dengan ilmu, atau setidaknya banyak pada awalnya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminologi di sini mensyaratkan adanya fakta-fakta.

Filsafat
adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta hingga batas kemampuan logika manusia. Batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why, dan why” dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia (munkin juga pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan sampai never ending)..
Sementara ada yang berpendapat bahwa filsafat pada dasarnya bukanlah ilmu, tetapi suatu usaha manusia untuk memuaskan dirinya selagi suatu fenomena tidak / belum dapat dijelaskan secara keilmuan. Sebagai contoh dulu orang percaya bahwa orang yang sakit lantaran diganggu dedemit, meletusnya gunungapi adalah akibat dewa penguasa gunung tersebut murka, gempabumi terjadi karena Atlas dewa yang menyangga bumi “gagaro lantaran ateul bujur”, dan masih banyak lagi.
Dengan adanya zaman yang semakin berubah dan ilmu pengetahuan juga berkembang maka sudah saatnya kita coba menggali kedalam diri kita sendiri lalu berani untuk bertanya apa yang sudah kita berikan pada kehidupan ini dari ilmu pengetahuan yang sudah dipelajari. Apakah benar kita sudah belajar? Ataukah kita sebenarnya dibelajarkan? Proses perjalanan waktu dan usia pada diri manusia akan dapat menjawab pertanyaan tersebut. Tanpa kita sadari apapun yang kita peroleh dari kehidupan ini adalah pengalaman yang berarti jika disadari sepenuhnya. Tetapi kadang kita lupa bahwa apa yang kita peroleh itu kita anggap sebagai usaha sendiri, dalam arti tidak ada campur tangan sesuatu yang lain dari diri ini. Maka manusia dengan ketidaktahuannya atau dengan kesombongannya tidak menelusuri asal usul dan arti ilmu pengetahuan itu sendiri. Akibat dari semua ini kita menjadi korban ketidaktahuan dan kesombongan diri sendiri.
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Jenis-jenis ilmu sangat beragam. Ada ilmu yang membahas tentang tubuh manusia, hubungan antar manusia, kesehatan manusia, alam semesta, komunikasi antara individu, tumbuhan, binatang, spiritual, dan lain-lain. Kesemuanya memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kehidupan manusia.
Pengelompokan jenis-jenis ilmu secara umum
Jenis-jenis ilmu secara umum diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu:
  • Ilmu kerohanian, ilmu yang mempelajari hal-hal yang bersifat spiritual.
  • Ilmu matematika, ilmu yang mempelajari tentang hitungan, bilangan, himpunan, logaritma, aritmetika, dan lain-lain.
  • Ilmu pengetahuan alam, ilmu yang mempelajari tentang alam, yaitu makhluk hidup (hayati) dan fisika (bukan hayati).
  • Ilmu behavior, ilmu tentang perilaku hewan (animal behavior) dan perilaku manusia (human behavior). Human behavior sering dikenal dengan ilmu sosial.
  • Ilmu bahasa, ilmu yang mempelajari alat komunikasi agar memudahkan berinteraksi.
Penyusunan jenis-jenis ilmu dari segi terapan
Adapun Bierstedt menyusun ilmu dari segi terapan ke dalam dua bagian, yaitu:
  • Ilmu murni (Pure science), ilmu yang bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk pengetahuan secara abstrak sehingga meningkatkan kualitas ilmu itu sendiri tanpa menggunakannya dalam masyarakat.

    Misalnya: seorang ahli fisika (ilmu alam) tidak bertugas membangun jembatan, seorang ahli kimia bukan untuk membuat obat-obatan, ahli sosiologi membantu petugas administrasi pembentuk peraturan dengan gagasan-gagasannya.

    Jenis-jenis ilmu yang termasuk kelompok ilmu murni, yaitu:
    • Ilmu Pasti
    • Ilmu Kimia
    • Ilmu Hukum
    • Astronomi
    • Ilmu Hewan
    • Ilmu Tumbuh-tumbuhan
    • Ilmu Faal
    • Ilmu Ekonomi
    • Ilmu Sejarah
    • Ilmu Alam
    • Geologi
    • Sosiologi
    • Ilmu Manajemen
    • Ilmu Politik
  • Ilmu terapan atau terpakai (Applied science), ilmu yang ditujukan untuk membantu masyarakat dengan menggunakan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Jenis-jenis ilmu yang termasuk kelompok ilmu terapan, yaitu:
    • Pertanian
    • Teknologi
    • Kedokteran
    • Navigasi
    • Politik
    • Perundang-undangan
    • Pertambangan
    • Jurnalistik
    • Akuntansi
    • Farmasi
    • Pencangkokan
    • Perusahaan
    • Manajemen
DEFINISI DAN JENIS-JENIS PENGETAHUAN

A. Definisi dan Jeni-Jenis Pengetahuan
a. Pengetahuan dalam sebuah definisi
Pengetahuan bisa didefinisikan atau diberibatasan sebagaimana berikut ini :
1. sesuatu yang ada atau dianggap ada
2. sesuatu hasil persesuaian subjek dengan objek
3. hasil kodrat manusia ingin tahu
4. hasil persesuaian antara induksi dengan deduksi
Selain definisi yang ada diatas, dalam kitab klasik ilmu logika, Pengetahuan itu didefinisikan sebagai suatu gambaran objek-objek eksternal yang hadir dalam pikiran manusia . Definisi ini juga disepakati oleh sebelas orang filosof dan ilmuwan Rusia.
Dalam redaksional lain juga dibahasakan Maksud dari pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya . Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Dalam komunikasi keseharian, kita sering menggunakan kalimat seperti, “Saya terampil mengoperasikan mesin ini”, “Saya sudah terbiasa menyelesaikan masalah itu”, “Saya menginformasikan kejadian itu”, “Saya meyakini bahwa masyarakat pasti mempercayai Tuhan”, “Saya tidak emosi menghadapi orang itu”, dan “Saya mempunyai pikiran-pikiran baru dalam solusi persoalan itu”.
Ketika mengamati atau menilai suatu perkara, kita biasanya menggunakan kalimat-kalimat seperti, saya mengetahuinya, saya memahaminya, saya mengenal, meyakini dan mempercayainya. Berdasarkan realitas ini, bisa dikatakan bahwa pengetahuan itu memiliki derajat dan tingkatan. Disamping itu, bisa jadi hal tersebut bagi seseorang adalah pengetahuan, sementara bagi yang lainnya merupakan bukan pengetahuan. Terkadang seseorang mengakui bahwa sesuatu itu diketahuinya dan mengenal keadaannya dengan baik, namun, pada hakikatnya, ia salah memahaminya dan ketika ia berhadapan dengan seseorang yang sungguh-sungguh mengetahui realitas tersebut, barulah ia menyadari bahwa ia benar-benar tidak memahami permasalahan tersebut sebagaimana adanya.
Selain versi diatas masih ada jawaban dari pertanyaan Apa yang dimaksud dengan pengetahuan ? Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal. Walhasil, makrifat dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan. John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah.


b. Jenis-Jenis Pengetahuan
Pada umumnya pengetahuan dibagi menjadi beberapa jenis diantara nya :

1. Pengetahuan langsung (immediate);
Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan pikiran. Kaum realis (penganut paham Realisme) mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya dibayangkan bahwa kita mengetahui sesuatu itu sebagaimana adanya, khususnya perasaan ini berkaitan dengan realitas-realitas yang telah dikenal sebelumnya seperti pengetahuan tentang pohon, rumah, binatang, dan beberapa individu manusia. Namun, apakah perasaan ini juga berlaku pada realitas-realitas yang sama sekali belum pernah dikenal dimana untuk sekali meilhat kita langsung mengenalnya sebagaimana hakikatnya?. Apabila kita sedikit mencermatinya, maka akan nampak dengan jelas bahwa hal itu tidaklah demikian adanya

2. Pengetahuan tak langsung (mediated);
Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses berpikir serta pengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari benda-benda eksternal banyak berhubungan dengan penafsiran dan pencerapan pikiran kita.

3. Pengetahuan indrawi (perceptual);
Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-indra lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objek-objek ini yang masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa diragukan bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media indra-indra lahiriah ini, akan tetapi pikiran kita tidak seperti klise foto dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui lewat indra-indra tersimpan didalamnya. Pada pengetahuan indrawi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, seperti adanya cahaya yang menerangi objek-objek eksternal, sehatnya anggota-angota indra badan (seperti mata, telinga, dan lain-lain), dan pikiran yang mengubah benda-benda partikular menjadi konsepsi universal, serta faktor-faktor sosial (seperti adad istiadad). Dengan faktor-faktor tersebut tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan indrawi hanya akan dihasilkan melalui indra-indra lahiriah.

4. Pengetahuan konseptual (conceptual);
Pengetahuan konseptual juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran manusia secara langsung tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang objek-objek dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam eksternal. Alam luar dan konsepsi saling berpengaruh satu dengan lainnya dan pemisahan di antara keduanya merupakan aktivitas pikiran

5. Pengetahuan partikular (particular);
Pengetahuan partikular berkaitan dengan satu individu, objek-objek tertentu, atau realitas-realitas khusus. Misalnya ketika kita membicarakan satu kitab atau individu tertentu, maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan partikular itu sendiri.

6. Pengetahuan universal (universal).
Pengetahuan universal mencakup individu-individu yang berbeda. Sebagai contoh, ketika kita membincangkan tentang manusia dimana meliputi seluruh individu (seperti Muhammad, Ali, hasan, husain, dan …), ilmuwan yang mencakup segala individunya (seperti ilmuwan fisika, kimia, atom, dan lain sebagainya), atau hewan yang meliputi semua indvidunya (seperti gajah, semut, kerbau, kambing, kelinci, burung, dan yang lainnya).

Dalam filsafat Islam, pengetahuan itu hanya dibagi dua, yakni ilmu hudhuri dan hushuli. Dengan berdasarkan pada pembagian pengetahuan di atas, apabila kita ingin menyingkronkan pembagian pengetahuan menurut filsafat Islam, maka pengetahuan langsung (immediate) tersebut sama halnya dengan pengetahuan hudhuri dan pengetahuan tak langsung (mediated), pengetahuan indrawi, pengetahuan konseptual, pengetahuan partikular, pengetahuan universal tersebut dikategorikan sebagai pengetahuan hushul.

B. HAKIKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN
1. HAKIKAT PENGETAHUAN
Maksud dari pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Dalam komunikasi keseharian, kita sering menggunakan kalimat seperti, “Saya terampil mengoperasikan mesin ini”, “Saya sudah terbiasa menyelesaikan masalah itu”, “Saya menginformasikan kejadian itu”, “Saya meyakini bahwa masyarakat pasti mempercayai Tuhan”, “Saya tidak emosi menghadapi orang itu”, dan “Saya mempunyai pikiran-pikiran baru dalam solusi persoalan itu”.
Ketika mengamati atau menilai suatu perkara, kita biasanya menggunakan kalimat-kalimat seperti, saya mengetahuinya, saya memahaminya, saya mengenal, meyakini dan mempercayainya. Berdasarkan realitas ini, bisa dikatakan bahwa pengetahuan itu memiliki derajat dan tingkatan. Disamping itu, bisa jadi hal tersebut bagi seseorang adalah pengetahuan, sementara bagi yang lainnya merupakan bukan pengetahuan. Terkadang seseorang mengakui bahwa sesuatu itu diketahuinya dan mengenal keadaannya dengan baik, namun, pada hakikatnya, ia salah memahaminya dan ketika ia berhadapan dengan seseorang yang sungguh-sungguh mengetahui realitas tersebut, barulah ia menyadari bahwa ia benar-benar tidak memahami permasalahan tersebut sebagaimana adanya.
Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal. Walhasil, makrifat dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan. John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah.
Dalam pengetahuan sangat mungkin terdapat dua aspek yang berbeda, antara lain:
1.       Hal-hal yang diperoleh. Pengetahuan seperti ini mencakup tradisi, keterampilan, informasi, pemilkiran-pemikiran, dan akidah-akidah yang diyakini oleh seseorang dan diaplikasikan dalam semua kondisi dan dimensi penting kehidupan. Misalnya pengetahuan seseorang tentang sejarah negaranya dan pengetahuannya terhadap etika dan agama dimana pengetahuan-pengetahuan ini nantinya ia bisa aplikasikan dan menjadikannya sebagai dasar pembahasan.
2.      
2. Realitas yang terus berubah. Sangat mungkin pengetahuan itu diasumsikan sebagai suatu realitas yang senantiasa berubah dimana perolehan itu tidak pernah berakhir. Pada kondisi ini, seseorang mengetahui secara khusus perkara- perkara yang beragam, kemudian ia membandingkan perkara tersebut satu sama lain dan memberikan pandangan atasnya, dengan demikian, ia menyiapkan dirinya untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang lebih global

2. SUMBER PENGETAHUAN
Pengetahuan yang kita bahas sekarang itu memiliki sumber (source) diantara nya adalah

1. Intuisi
Ketika kita berbicara mengenai intuisi subuah maen stream yang terbangun dibenak kita adalah sebuah eksperimen, coba-coba, yang berawal dari sebuah pertanyaan dan keraguan maka lahirlah insting. Sebuah bahasa sederhana juga penulis temukan penjelasan mengenai apa itu intuisi?, Kamus Politik karangan B.N. Marbun mengatakan : daya atau kemampauan untuk mengetahui atau memahami sesuatu tampa ada dipelajari terlebih dahulu

2. Rasional
Pengetahuan rasional atau pengetahuan yang bersumber dari akal adalah suatu pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah, pengkajian buku, pengajaran seorang guru, dan sekolah. Hal ini berbeda dengan pengetahuan intuitif atau pengetahuan yang berasal dari hati. Pengetahuan ini tidak akan didapatkan dari suatu proses pengajaran dan pembelajaran resmi, akan tetapi, jenis pengetahuan ini akan terwujud dalam bentuk-bentuk “kehadiran” dan “penyingkapan” langsung terhadap hakikat-hakikat yang dicapai melalui penapakan mistikal, penitian jalan-jalan keagamaan, dan penelusuran tahapan-tahapan spiritual. Pengetahuan rasional merupakan sejenis pengetahuan konsepsional atau hushuli, sementara pengetahuan intuisi atau hati adalah semacam pengetahuan dengan “kehadiran” langsung objek-objeknya atau hudhuri.

3. Emperikal atau pemakalah lebih suka dengan membahasakan nya dengan Indra
Tak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan sumber pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan perantaraanya. Setiap orang yang kehilangan salah satu dari indranya akan sirna kemampuannya dalam mengetahui suatu realitas secara partikular. Misalnya seorang yang kehilangan indra penglihatannya maka dia tidak akan dapat menggambarkan warna dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi orang itu tidak akan mempunyai suatu konsepsi universal tentang warna dan bentuk. Begitu pula orang yang tidak memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan bahwa dia tidak mampu mengkonstruksi suatu pemahaman tentang suara dan bunyi dalam pikirannya. Atas dasar inilah, Ibn Sina dengan menutip ungkapan filosof terkenal Aristoteles menyatakan bahwa barang siapa yang kehilangan indra-indranya maka dia tidak mempunyai makrifat dan pengetahuan. Dengan demikian bahwa indra merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal yang sama sekali tidak disangsikan. Hal ini bertolak belakang dengan perspektif Plato yang berkeyakinan bahwa sumber pengetahuan hanyalah akal dan rasionalitas, indra-indra lahiriah dan objek-objek fisik sama sekali tidak bernilai dalam konteks pengetahuan. Dia menyatakan bahwa hal-hal fisikal hanya bernuansa lahiriah dan tidak menyentuh hakikat sesuatu. Benda-benda materi adalah realitas-realitas yang pasti sirna, punah, tidak hakiki, dan tidak abadi. Oleh karena itu, yang hakiki dan prinsipil hanyalah perkara-perkara kognitif dan yang menjadi sumber ilmu dan pengetahuan adalah daya akal dan argumen-argumen rasional.

Akan tetapi, filosof-filosof Islam beranggapan bahwa indra-indra lahiriah tetap bernilai sebagai sumber dan alat pengetahuan. Mereka memandang bahwa peran indra-indra itu hanyalah berkisar seputar konsep-konsep yang berhubungan dengan objek-objek fisik seperti manusia, pohon, warna, bentuk, dan kuantitas. Indra-indra tak berkaitan dengan semua konsep-konsep yang mungkin dimiliki dan diketahui oleh manusia, bahkan terdapat realitas-realitas yang sama sekali tidak terdeteksi dan terjangkau oleh indra-indra lahiriah dan hanya dapat dicapai oleh daya-daya pencerapan lain yang ada pada diri manusia. Konsep-konsep atas realitas-realitas fisikal dan material yang tercerap lewat indra-indra, yang walaupun secara tidak langsung, berada di alam pikiran, namun juga tidak terwujud dalam akal dan pikiran kita secara mandiri dan fitrawi. Melainkan setelah mendapatkan beberapa konsepsi-konsepsi indrawi maka secara bertahap akan memperoleh pemahaman-pemahaman yang lain. Awal mulanya pikiran manusia sama sekali tidak mempunyai konsep-konsep sesuatu, dia seperti kerta putih yang hanya memiliki potensi-potensi untuk menerima coretan, goresan, dan gambar. Dan aktivitas persepsi pikiran dimulai dari indra-indra lahiriah.

Mengapa jiwa yang tunggal itu sedemikian rupa mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam menyerap semua pengetahuan? Filosof Ilahi, Mulla Sadra, mengungkapkan bahwa keragaman pengetahuan dan makrifat yang dimiliki oleh manusia dikarenakan kejamakan indra-indra lahiriahnya. Mulla Sadra juga menambahkan bahwa aktivitas persepsi-persepsi manusia dimulai dari jalur indra-indra itu dan setiap pengetahuan dapat bersumber secara langsung dari indra-indra lahiriah atau setelah berkumpulnya konsepsi-konsepsi indrawi barulah pikiran itu dikondisikan untuk menggapai pengetahuan-pengetahuan lain. Jiwa itu secara esensial tak mempu menggambarkan objek-objek fisikal tanpa indra-indra tersebut

4. Wahyu
Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wakyu itu bukanlah buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa
1.DEFENISI ilmu pengetahuan
a.Sekumpulan proposisi sistematis yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang  benar dengan ciri pokok yang bersifat general, rational, objektif, mampu diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu menjadi milik umum (Communality, The Liang Gie, 1991).
b. Pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dipertanggung-jawabkan secara teoritis (C, Verhaak).
c. Masih banyak definisi lain (lihat di halaman selanjutnya).
d. Kumpulan pengetahuan yang benar :
-Mempunyai obyek dan tujuan
- Disusun secara sistematik,
- Berkembang dengan metode ilmiah,
- Berlaku universal dan dapat diuji kebenarannya (diverifikasi).
Sumber

Wednesday, October 27, 2010

HOMO HOMINI SOCIO dan HOMO HOMINI LUPUS

Posted by Kresno Setyoputro On 12:13 PM | No comments

Anda tahu apa arti dan maksud dari kalimat diatas? Mungkin kalau hanya sekedar arti atau terjemahan dari kalimat diatas, anda pasti bisa menerjemahkannya. Kita juga pasti sudah sama-sama mengetahui atau paling tidak pernah mendengar kata “Homo”. Ya, “Homo” berarti sama atau sejenis.

Sedangkan kata “Homini” bisa atau dapat diartikan sebagai manusia. Jadi dari dua kalimat diatas kita dapat mengartikan secara bahasa yaitu manusia sama atau manusia sejenis. Tapi yang dimaksud arti bukanlah arti secara bahasa, tetapi maksud atau makna dari dua kata tersebut.

Homo Homini, memiliki maksud sesama manusia. Jadi yang dimaksud sesama manusia adalah manusia itu pasti hidupnya bersama-sama. Atau kita sering mendengar istilah “Manusia adalah Makhluk Sosial”. Kita pasti sama-sama sudah mengerti maksud dari kalimat tersebut.

Manusia disebut makhluk sosial karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Manusia pasti membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Coba anda bayangkan jika di dunia ini tidak ada petani dan nelayan. Dari mana kita mendapatkan beras ketika tidak ada satu orangpun yang bisa menanam padi? Dari mana kita bisa mendapatkan ikan dari lautan yang begitu luas ketika tidak ada seorangpun yang mencarinya?

Tapi kenapa sesama manusia masih ada saja perselisihan dan permusuhan? Apakah mereka yang berselisih sadar jika mereka masih membutuhkan orang lain? Atau mereka memang sudah tidak membutuhkan orang lain?

Saya berani menjamin tidak ada satu orangpun yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara individual dari mereka dilahirkan sampai mereka dikuburkan.

HOMO HOMINI SOCIO


Definisi Homo Homini Socio 1

Manusia, sudah jelas bahwa manusia yang dimaksud di dunia tidak hidup sendiri, dan tidak akan bisa hidup sendiri. Karena itu manusia juga disebut makhluk sosial, makhluk yang hidup berkelompok. Manusia membutuhkan informasi-informasi untuk mengetahui keadaan kehidupan yang ada, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan survive atau juga pertahanan hidup di dunia ini.

Manusia adalah makhluk yang mempunyai aturan-aturan atau peradaban yang berbeda beda di dunia ini, setiap titik tempat pasti mempunyai peraturan yang berbeda beda. Peraturan tersebut dibuat untuk mentertibkan dan menyesuaikan dengan keadaan titik tempat tersebut, dan juga dibuat untuk mentertibkan komunikasi antar manusia.

Bukan baru-baru ini manusia sebagai makhluk sosial, tetapi sudah berabad-abad lamanya, sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, manusia sangat membutuhkasn satu sama lain, karena beberapa alasan, tetapi ada beberapa alasan yang sangat dominan yaitu :

1.         Manusia butuh berinteraksi dan bersosialisasi atas dasar kebutuhan pangan, atau jasmaninya.
2.         Manusia butuh berinteraksi dan bersosialisasi atas dasar kebutuhan pertahanan diri, atu kita bisa sebut survival, untuk bertahan hidup.
3.         Manusia juga sangat membutuhkan interaksi dan sosialisasi atas dasar melangsungkan jenis atau keturunan.

Dari point-point di atas kita bisa melihat dan membayangkan bagaimana manusia sangat membutuhkan satu sama lain. Bukan hanya membutuhkan, tapi masyarakat atau kumpulan manusia yang berinteraksi adalah suatu komponen yang tidak terpisahkan dan sangat ketergantungan. Sehingga komunikasi antar masyarkat dientukan oleh peranan manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial.

Globalisasi, adalah perubahan secara besar-besaran atau secara umum meluas. Dalam arus globalisasi yang berkembang sangat cepat ini manusia menjadi makhluk yang sangat mudah meniru dalam arti meniru sesuatu yang ada di masyarakat yang terdiri dari :

1.         Manusia mudah meniru atau mengikuti perkembangan kebudayaan-kebudayaan, dimana manusia sangat mudah menerima bentuk-bentuk perkembangan dan pembaruan dari kebudayaan luar, sehingga dalam diri manusia terbentuklah pengetahuan, pengetahuan tentang pembaruan kebudayaan dari luar tersebut.

2.         Penghematan tenaga dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia, sehingga kinerja mnausia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.


Secara umum, keinginan manusia untuk meniru bisa terlihat jelas dalam suatu ikatan kelompok, tetapi hal ini juga kita dapat lihat di dalam kehidupan masyarakat secara luas.Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial.

Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :

1.         Tekanan Emosiaonal. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
2.         Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih saying orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.
3.         Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.

Definisi Homo Homini Socio 2
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

Sosialisasi
Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116).
Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972). Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan tahap generalized other.
Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peran generalized others. Ia telah mampu berinteraksi denagn orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self.
Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain oreang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.
Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.

HOMO HOMINI LUPUS

Oke, sekarang saya akan membahas tentang Homo Homini Lupus. Anda tahu apa arti kata Lupus itu sendiri? Lupus berarti serigala. Kenapa serigala? Serigala adalah hewan buas yang pada dasarnya sama dengan manusia. Mereka hidup berkelompok, bersosialisasi dengan kelompoknya, serta bisa juga mengorbankan anggota kelompoknya untuk kepentingan diri sendiri. Serigala juga terkenal dengan kebuasannya serta kelicikannya.

“Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” atau juga disebut “Homo Homini Lupus”. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Plautus pada tahun 945 M,yang artinya sudah lebih dari 1500 tahun dan kita masih belum tersadar juga. Di jaman sekarang ini sangat sulit menjadikan manusia seperti seorang manusia pada umumnya, ketimbang menjadikan manusia seperti serigala. Sepertinya istilah ini masih tetap berlaku sampai sekarang.

Tidak bisa dipungkiri hidup di dalam suatu negara sangat di butuhkan sosialisasi karena kita tidak dapat hidup dengan sendirinya tanpa ada manusia lain. Apalagi seperti keadaan sekarang ini kita hidup di jaman yang serba susah .Demi mempertahankan hidup itu sendiri kita rela melakukan apa saja Mulai dari yang halal sampai yang haram, tentunya semua itu kita lakukan  untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Untuk mewujudkan itu semua memang tidak mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan memicu lahirnya sikap saling mangsa dan disinilah peran hati nurani & ego sangat dibutuhkan.

Gambaran manusia di jaman sekarang ini sangatlah mengerikan dari segi sikap dan perbuatan. Terkadang perbuatan dan sikap kita lebih keji dari pada hewan yang paling buas sekalipun, saling sikut, saling berebut, saling tikam, dan bahkan saling memangsa layaknya serigala yang buas siap menerkam mangsanya demi sebuah kepuasan (ambisi).

Sebagai contoh yang terjadi di dalam kehidupan kita seperti tindakan kekerasan, mulai dari perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, serta aksi teror bom yang sedang trend di negara kita dan perang dunia yang memungkinkan akan terjadi lagi. Apakah itu disebut manusia?

Pengakuan sebagai umat beragama yang telah patuh terhadap ajaranya, kerap kali memakai ajaran agamanya sebagai alasan tindakan kekerasan dan bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Banyak pelaku kekerasan seperti tersebut menyatakan ini masalah iman, masalah Tuhan atau masalah kebenaran (kebenaran yang ditafsirkan manusia itu sendiri). Tapi apakah agama mereka mengajarkan mereka untuk berbuat hal seperti itu? Saya rasa agama atau ajaran manapun tidak akan mengajarkan pengikutnya untuk melakukan perbuatan seperti itu. Apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang.

Untuk menghadapi ini semua haruskah kita pun menjadi serigala? Atau kita hanya diam dan menjadi domba yang berada di tengah-tengah gerombolan para serigala lapar? Jika kita menjadi serigala, kita tidak akan jauh dari hal-hal yang keji serta licik. Tapi jika kita menjadi domba, lambat laun kita pasti akan menjadi santapan para serigala yang lapar. Ingin menjadi yang manakah anda?



Sumber          :
http://lifestyle.kompasiana.com/group/urban/2010/07/25/homo-homini-lupus/