Mengapa Manusia Tidak Pernah Puas?
Pernahkah anda ditanya dengan pertanyaan diatas? Atau paling tidak, pernahkah anda mendengar pertanyaan diatas? Lalu menurut anda, apakah jawaban yang sesuai dengan pertanyaan diatas?
Setiap makhluk hidup (kecuali tumbuhan) pasti memiliki hawa nafsu. Tuhan menciptakan makhluk hidup yang dapat digolongkan menjadi 3 golongan berdasarkan hawa nafsu. Golongan-golongan tersebut meliputi :
1. Makhluk yang hanya memiliki akal namun tidak memiliki hawa nafsu
2. Makhluk yang hanya memiliki hawa nafsu namun tidak memiliki akal
3. Makhuk yang memiliki baik hawa nafsu dan akal
Makhluk yang pertama adalah makhluk-makhluk yang biasa kita sebut sebagai ‘malaikat’ atau makhluk-makhluk kasat mata lainnya. Makhluk yang kedua adalah hewan atau binatang. Mereka (hewan) bukan tidak memiliki akal, tetapi dalam kehidupannya sehari-hari mereka lebih mengandalkan nafsu atau ‘insting’ mereka. Tidak mungkin jika mereka (hewan) tidak memiliki akal dan pikiran. Jika mereka (hewan) tidak memilik akal dan pikiran, mereka tidak akan mungkin bisa bertahan hidup. Sedangkan kita (manusia) tergolong dalam golongan yang ketiga, yaitu makhluk yang memilik hawa nafsu serta akal dan pikiran. Kita adalah makhluk yang paling sempurna yang diberikan anugrah oleh Tuhan yang berupa akal pikiran dan hawa nafsu. Coba anda bayangkan ketika anda tidak diberikan hawa nafsu dan hanya diberikan akal serta pikiran saja. Contoh yang paling sederhana, anda tidak lagi memiliki nafsu makan. Anda pasti pernah merasakan perasaan yang biasa disebut ‘tidak nafsu makan’ bukan? Apakah rasanya enak? Menurut saya tidak. Selain itu jika kita tidak memiliki nafsu makan, maka anda bisa bayangkan tubuh anda akan kurus kering dan tipis seperti kayu (triplek). Tetapi coba pertanyaannya saya putar balik. Apakah hanya memiliki hawa nafsu itu enak? Menurut saya, hanya diberikan hawa nafsu memang lebih enak ketimbang hanya diberikan akal serta pikiran. Tetapi jika kita juga diberikan akal dan pikiran, kita pasti akan lebih bisa mengatur hawa nafsu yang ada dalam diri kita sendiri.
Suatu hari seorang teman bercerita kepada saya mengenai acara liburannya. Ia mengeluhkan bahwa orang tuanya selalu mengajaknya berlibur ke Hong Kong. Padahal ia sudah bosan liburan ke Hong Kong dan ingin berlibur ke negara lain. Mennaggapi ceritanya saya hanya bisa tersenyum dan saat itu saya merasa bahwa senyuman adalah jawaban yang paling baik. Namun, dalam hati kecil saya tercetus sebuah pertanyaan: Mengapa manusia tidak pernah puas? Dalam kasus teman saya ini, saya merasa bahwa bisa berlibur ke Hong Kong adalah suatu rahmat yang luar biasa. Tentu saja karena saya belum pernah pergi ke negara hongkong sekalipun. Pertanyaan ini telah lama saya pendam, akhirnya hari ini saya mendapatkan jawabannya. Walaupun mungkin tidak 100% terpuaskan, tapi jawaban ini cukup mengobati rasa ingin tahu saya yang terus-menerus minta dijawab.
Kehendak manusia selalu terarah kepada kebaikan yang tak terbatas. Tetapi selama manusia hidup, ia hanya akan menerima kebaikan yang terbatas saja. Karena manusia memiliki “kebebasan kehendak”, manusia tidak harus memilih yang terbatas itu. Kebaikan baru diterima sebagai kebaikan kalau manusia sudah mendapatkan kebaikan yang tidak terbatas.
Misalnya begini. Saya menginginkan sop kambing, lalu saya dihadapkan pada seratus menu lain yang bisa saya pilih. Bisa saja saat itu saya memilih nasi goreng atau gado-gado, bukannya sop kambing seperti yang saya kehendaki. Dalam contoh ini, makanan yang bisa saya pilih adalah pemenuhan kehendak saya yang baik, tapi terbatas. Sedangkan memilih untuk makan sop kambing atau gado-gado adalah kebebasan kehendak yang saya miliki.
Ketidakmampuan manusia untuk memenuhi kehendaknya untuk mendapatkan kebaikan yang tidak terbatas adalah penyebab mengapa manusia tidak pernah puas. Kalau begitu bukankah ketidakpuasan adalah manusiawi?
Ketidak puasan yang sifatnya sangat berlebihan akan menjerumuskan kita ke dalam jurang kelicikan dan dapat menyeret kita ke dalam lembah dosa. Seperti contoh orang-orang yang sangat suka dengan kata ‘korupsi’. Mereka melakukan korupsi seperti sudah menjadi kebutuhan sehari-hari mereka, yang bila mana tidak terpenuhi saat itu juga, mereka akan merasakan penderitaan yang sangat amat parah. Mereka (para pelaku korupsi) melakukan korupsi bak melakukan ibadah atau sembahyang lima waktu, bahkan mungkin terbalik. Mereka melakukan korupsi lima kali sehari, tetapi sama sekali tidak melakukan ibadah atau sembahyang yang seharusnya dilakukan lima kali sehari. Mengapa mereka demikian? Apakah mereka melakukan korupsi karena mereka orang yang sangat miskin yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan uang gaji mereka? Atau mereka melakukan korupsi hanya karena hobi dan di saat ada kesempatan?
Menurut saya, mereka melakukan korupsi buakn karena mereka adalah orang yang sangat miskin. Mereka juga tidak melakukan korupsi hanya demi uang makan. Mereka bisa makan yang cukup atau mungkin lebih dari cukup dari uang gaji mereka. Tetapi mengapa mereka masih melakukan korupsi? Mereka melakukan korupsi hanya karena satu hal. Mereka melakukan korupsi karena mereka memiliki rasa tdak pernah puas yang sangat amat berlebihan. Saya tidak bicara bohong, tetapi memang kenyataannya seperti itu. Setiap ada proyek, uang anggaran proyek tersebut PASTI mereka ambil dan mereka masukkan kedalam kantong mereka sendiri. Kalau mereka melakukan korupsi dan mereka bermaksud untuk menyumbangkan uang hasil korupsi tersebut kepada orang-orang yang tidak mampu atau fakir miskin, mungkin itu masih bisa diterima oleh orang-orang, setidaknya bisa diterima oleh orang-orang fakir miskin yang menerima uang sumbangan tersebut. Apalagi jika mereka para koruptor yang melakukan tindak korupsi hanya memikirkan dirinya serta keluarganya sendiri. Saya rasa tidak akan ada satupun orang yang terima terhadap tindakannya tersebut, sekalipun sesama koruptor.
Pertanyaan ‘mengapa manusia melakukan korupsi?’ sudah terjawab. Jawabannya bisa dilihat dari dua hal yang mutlak, yaitu :
1. Manusia memiliki sifat yang tidak akan pernah puas
2. Manusia melakukan tindak korupsi karena ada kesempatan
Sebenarnya dua hal diatas dipengaruhi oleh satu hal yang sebenarnya tidak bisa di jelaskan secara ilmiah. Setiap dalam individu manusia pasti terdapat yang namanya ‘malaikat’ (berhubungan dengan pikiran yang baik-baik serta positif) dan ‘setan’ (berhubungan dengan pengaruh-pengaruh yang buruk serta pikiran yang negatif). Nah dengan kata lain, manusia akan melakukan tindak korupsi jika pikiran negatif dalam individu manusia tersebut lebih kuat daripada pikiran yang positif di dalam dirinya. Setelah pikiran negatif mereka menang, maka pikiran tersebut akan memacu sifat manusia yang tidak pernah puas dan pikiran tersebut juga akan memacu pemikiran manusia untuk mencari-cari kesempatan agar mereka bisa melakukan tindakan kejahatan tersebut.
Rasa puas manusia atau ambisi pada manusia, sangat berhubungan dengan kebutuhan manusia. Tingkat kebutuhan manusia sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Dalam beberapa hal pencapaian manusia dapat berbentuk materi untuk sebagian dapat berbentuk non materi. Pencapaian akan materi yang kemudian biasa kita sebut dengan ambisi walaupun pencapaian dalam bentuk non materi juga akan dimungkinkan termotivasi akan ambisi tetapi pencapaian akan non materi biasa nya akan bersifat kepuasan batin atau mental sehingga tingkat pengukuran nya sangat subyektif tetapi pencapaian materi sangat tidak terukur sehingga akan muncul perilaku yang cenderung kompulsif dan tidak terpuaskan. Pembedaan tingkat pencapaian manusia biasanya digunakan sebagai tolak ukur kematangan atau kedewasaan akan kebutuhan dalam ilmu psikologi.
Manusia pasti akan selalu haus akan kepuasan. Coba anda lihat saja jika anda bekerja dengan gaji 1 rupiah, pasti ada akan menginginkan kenaikan gaji menjadi 2 rupiah. Tetapi jika awalnya anda memiliki gaji 2 rupiah, anda pasti akan meminta kenaikan gaji menjadi 4 rupiah. Pernahkah anda berpikir jika ketika gaji awal anda 2 rupiah dan anda meminta kenaikan gaji menjadi 4 rupiah, bagaimana perasaan anda ketika anda berada di posisi orang yang memiliki gaji awal 1 rupiah? Jabatan dan juga kebutuhan hidup yg lebih layak dan menurut saya itu wajar. Semua orang pasti ingin memiliki jabatan dan kebutuhan hidup yang enak serta layak. Tetapi pernahkah anda berpikir ketika anda menjadi orang yang jabatan serta kebutuhan hidupnya tidak enak dan tidak layak? Sudah seharusnya anda bersyukur! Atau juga ketika kita berkeluarga pasti kita mengingkan yang terbaik untuk keluarga kita. Tentunya dengan kebutuhan materi yg lebih banyak. Tetapi bagi sebagian orang ada juga yang rela melepaskan kepuasan ini demi kepuasan spriritual dan itu tentu saja dapat diterima pula. Jadi sebenarnya rasa puas itu tergantung dari masing masing individual. Dan memang itu adalah hal yang wajar bagi setiap individu manusia.
Manusia memang memiliki kebutuhan hidup yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Tetapi perbedaan kebutuhan tersebut juga tidak bisa dijadikan hal yang mutlak untuk memiliki sifat tidak pernah puas yang berlebihan. Banyak orang-orang yang lebih tidak mampu dari kita tetapi memiliki keinginan yang lebih tinggi dari orang-orang yang jauh lebih mampu dari mereka. Tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ketidak mampuan mereka tersebut. Mereka hanya bisa bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada mereka, karena merekapun menyadari masih lebih banyak orang yang jauh lebih tidak mampu daripada mereka. Seharusnya kita para orang yang masih tergolong cukup mampu bisa mencontoh perbuatan yang baik dari mereka yang tidak jauh lebih tidak mampu dibandingkan kita. Kebanyakan dari kita, jika kita telah menjadi orang yang hidupnya telah berkecukupan (bahkan lebih) malah mencari kehidupan yang lebih dari itu. Bukannya saya menyalahkan anda karena anda mencari kehidupan yang lebih baik. Mencari kehidupan yang lebih baik adalah hak bagi setiap individu manusia di muka bumi ini. Tetapi saya hanya menyarankan agar anda melihat orang-orang yang posisinya jauh dibawah anda, sehingga anda bisa mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan kepada anda.
Jika pertanyaan yang paling pertama diganti menjadi ‘kapan manusia bisa puas?’, kira-kira apa jawabannya menurut anda? Menurut saya, pertanyaan itu sangat simpel sekali untuk dijawab, dan jawabannyapun sangat simpel. Menurut saya, manusia akan mencapai kepuasan saat manusia tersebut meninggal dunia. Mengapa demikian? Saya tidak perlu memutar otak untuk menjawab pertanyaan yang satu ini. Mudah saja, karena sifat tidak pernah puas di dalam diri manusia adalah alami dan wajar, sehingga untuk menghilangkan sesuatu yang alami pada diri anda, anda harus meninggal dunia terlebih dahulu. Seperti contohnya, anda semua pasti memiliki rasa lapar bukan? Bagaimana untuk menghilangkan rasa lapar tersebut? Pasti jawabannya adalah makan.
Memang, makan adalah cara untuk menghilangkan perasaan lapar yang ada di dalam diri anda. Tetapi apakah setelah makan, lantas 1 minggu ke depan anda tidak merasakan lapar dan tidak perlu makan lagi? Saya rasa itu adalah hal yang tidak mungkin. Karena menurut pengalaman saya sendiri, saya hanya kuat menahan rasa lapar 3 hari 2 malam tanpa memakan makanan pokok seperti nasi, roti, kentang, bubur, dan sebagainya. Itupun saya masih menyelingi dengan minum air putih yang sangat banyak dan minuman-minuman penunda lapar.
Dari pengalaman saya di atas, saya menyimpulkan bahwa sesuatu yang alami bisa dihilangkan secara sementara, tetapi tidak bisa dihilangkan secara mutlak. Jika saya ingin menghilangkan rasa lapar secara mutlak dan abadi, maka mau tidak mau saya harus meninggal dunia terlebih dahulu, karena sesuatu yang alami tidak bisa dirubah apalagi dihilangkan.
Jadi, sebenarnya perasaan tidak pernah puas dalam diri manusia adalah alami dan tidak dapat dihilangkan. Jadi jika anda bertanya kapan manusia akan berhenti memiliki perasaan yang tidak pernah puas, jawabannya adalah ketika manusia tersebut berhenti bernafas dan meninggal dunia.
Setelah anda membaca tulisan di atas, pasti anda berpikir bahwa pertanyaan ‘mengapa manusia tidak pernah puas?’ memiliki konotasi yang negatif bukan? Menurut saya pertanyaan itu memiliki konotasi dan maksud yang negatif. Tetapi setelah saya ingat-ingat, saya juga pernah mendengar dan di nasehati oleh teman serta orang tua saya dengan menggunakan kalimat ‘jangan cepat puas!’. Mungkin maksud dari teman-teman dan orang tua saya dalah baik, tetapi setelah saya pikir kembali, mereka dengan tidak sadar telah menyuruh atau memerintah saya untuk lebih mengedepankan sifat alami setiap manusia, yaitu tidak pernah puas.
“Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya”. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Steve Jobs dalam acara wisudanya di Stanford University.
Sebenarnya saya setuju dengan pendapat diatas, tetapi tidak setuju secara seratus persen. Steve Jobs mengatakan bahwa kita dapat memperoleh kepuasan sejati bila kita mengerjakan sesuatu yang hebat. Tetapi secara tidak langsung, beliau juga mengatakan bahwa kita harus terus mencari sesuatu tersebut. Dalam proses ‘terus mencari’ tersebut, bukankah sama halnya dengan menggunakan sifat alami manusia, yaitu tidak pernah puas?
Ketika pendapat Steve Jobs diatas dihubungkan dengan para koruptor di tanah air, ternyata memang memiliki kesamaan. Artinya, pendapat dari Steve Jobs diatas memang begitu adanya yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Lalu apa hubungannya para koruptor di tanah air dengan pendapat Steve Jobs diatas?
Steve Jobs mengatakan “… Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda menemukannya.” Dan benar saja, para koruptor terus melakukan tindak korupsi dan tidak pernah menyerah sampai hatinya mengatakan bila koruptor tersebut telah menemukan yang ia cari (dengan kata lain memperleh kepuasan). Tetapi seperti yang saya katakan sebelumnya, manusia tidak akan memperoleh kepuasan secara abadi kecuali manusia tersebut telah meninggal dunia. Jadi dengan kata lain, para koruptor tersebut terus melakukan tindak korupsi sampai ia meninggal dunia, karena perasaan puas adalah perasaan atau sesuatu yang alami. Sesuatu yang alami tidak akan pernah berubah apalagi hilang secara mutlak kecuali jika manusia atau individu tersebut belum meninggal dunia (dalam hal ini adalah perasaan tidak pernah puas).
Sifat kita yang tidak pernah puas bisa digambarkan sebagai air yang dikeluarkan oleh mata air yang berada di pegunungan. Air yang dikelaurkan oleh mata air di gunung tersebut akan mengalir sampai ke laut. Mengalir dari gunung sampai ke laut, dan dari laut air tersebut akan menguap karena panasnya matahari dan menjadi awan di lapisan ozon. Setelah menjadi awan, air itu akan tertiup oleh angin dingin dan akhirnya sampai di daerah pegunungan. Karena tertiup angin dingin, awan tersebut menurunkan air dan akhirnya terjadilah proses yang biasa kita sebut hujan. Lalu kemana air tersebut akan pergi? Air itu akan meresap ke tanah dan akan dikeluarkan lagi oleh mata air yang ada di pegunungan. Itu adalah sistem dari siklus air. Mengapa sifat kita yang tidak pernah puas saya gambarkan sebagai siklus air? Air memiliki siklus yang tidak akan pernah berhenti kecuali tiba saatnya kiamat ‘kubra’ (besar), sama seperti hawa nafsu kita. Kita tidak akan pernah mencapai kepuasan abadi, kecuali kita telah meninggal dunia atau wafat.
Seperti yang telah saya katakan, kita (manusia) adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal dan pikiran serta hawa nafsu. Tetapi bagaimana dengan hewan yang hanya memiliki hawa nafsu saja? Apakah mereka memiliki sifat yang tidak pernah puas juga? Sebenernanya hewan juga memiliki sifat yang tidak pernah puas pula. Kita ambil contoh, anda tahu tikus? Tikus adalah hewan pemakan segalanya atau yang biasa disebut omnivora bukan? Tikus adalah pemakan sampah (barang tidak terpakai), bisa juga memakan keju, atau pemakan buah (biasanya labu), atau bahkan kita tidak jarang mendengar bahwa tikus juga sering memakan kabel-kabel atau serat optik. Tetapi kita sebagai manusia, tidak bisa disamakan dengan tikus. Kita bahkan lebih rakus dari tikus! Dana atau biaya apa saja dapat kita ambil untuk membelanjakan atau membeli apa saja.
Jadi seperti yang saya telah katakan sebelumnya, ketidak puasan yang sifatnya sangat berlebihan akan menjerumuskan kita ke dalam jurang kelicikan dan dapat menyeret kita ke dalam lembah dosa. Karena sifat manusia yang tidak pernah puas sama saja dengan sifat kita yang tidak pernah bersyukur. Diberi satu oleh Tuhan, kita pasti akan meminta dua. Diberi dua oleh Tuhan, kita pasti akan meminta 4, begitu seterusnya. Jadi, alangkah baiknya bila kita mencoba untuk belajar bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan ke kita. Jangan menjadi orang yang tidak pernah puas. Bila anda menjadi orang yang tidak pernah puas, niscaya Tuhan akan menarik anugrah yang telah diberikan ke kita. Belajarlah menjadi orang yang pandai bersyukur!
JADILAH INDVIDU YANG PINTAR BERSYUKUR
Sumber :
Manusia memang makhluk yang selalu haus akan kepuasan.
ReplyDeleteSalam.